Dinkes Kukar Tegaskan Fogging Tidak Dipungut Bayaran
Petugas fogging dari Puskesmas Rapak Mahang saat melakukan pengasapan di wilayah Tenggarong Foto: Endi |
Dinas Kesehatan (Dinkes) Kutai Kartanegara (Kukar), menghimbau warga masyarakat agar menolak jika ada pihak yang akan melakukan fogging atau pengasapan di lingkungan tempat tinggal masing-masing namun meminta biaya.
"Jika ada fogging ilegal itu wajib ditolak, karena obat yang diberikan tidak sesuai standard. Kemudian kualitas obat yang diberikan meragukan. Pemerintah juga tidak pernah menarik bayaran," terang Kasi surveilance, imunisasi dan penanganan kejadian luar biasa Dinkes Kukar, M Ali Qomarurzaman, Jumat (25/01/2019) lalu.
Pria yang akrab disapa Ali itu mengungkapkan, dirinya tidak hanya menerima laporan terkait adanya fogging ilegal dari pihak yang tidak bertanggung jawab, bahkan pernah menangkap tangan pelakunya.
"Ini perlu support dari pihak kepolisian untuk memproses, karena fogging ilegal itu juga merugikan kami (Dinkes). Selain menyebabkan kekebalan nyamuk, juga akan memunculkan pemikiran masyarakat jika fogging itu bayar, padahal pemerintah sudah menggratiskan," ujarnya.
Ali membeberkan, laporan fogging ilegal tercatat pada tahun 2016 hingga 2018, terjadi di kecamatan Tenggarong, Kota Bangun hingga ke wilayah pesisir Kukar dengan biaya yang diminta berkisar Rp 25-40 ribu per rumah.
"Jadi bisa mendapat Rp 3-4 jutaan sekali tindakan dan masuk kantong, itu baru satu wilayah yang dia fogging. Bahkan ada yang sudah ditarik uang tapi tidak di fogging," ungkapnya.
Sementara untuk awal tahun ini, sambung Ali, Dinkes Kukar belum menerima laporan adanya fogging ilegal di wilayahnya.
"Semoga tidak ada. Tapi saya sudah meminta bantuan aparat kepolisian untuk ditindak jika ada ditemukan lagi pihak yang melakukan fogging ilegal," ucapnya.
Terkait menjangjitnya demam berdarah (DBD) di Kukar pada awal tahun 2019 ini, Dinkes telah menerima laporan dari puskesmas dan pasien DBD yang dirawat di rumah sakit.
"Laporan dari tanggal 1 sampai 24 Januari 2019 totalnya ada 100 kasus. Dari angka itu trend tertinggi di wilayah kecamatan Loa Kulu, Tenggarong dan Loa Janan. Namun belum ditetapkan KLB (Kejadian Luar Biasa) karena perlu analisis," demikian jelas Ali. (end)
Tidak ada komentar: