Panen Perdana, Wabup Minta Tanaman Jelai Dikembangkan

Wabup Kukar Edi Damansyah saat panen perdana tanaman Jelai di Desa Loh Sumber, Kecamatan Loa Kulu
Foto: Endi

Wakil Bupati (Wabup) Edi Damansyah melakukan panen perdana tanaman Jelai di kawasan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat Gunawan (PKBM) Desa Loh Sumber, Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara (Kukar), Selasa (06/09) siang.

Edi didampingi Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kukar (Distanak), Sumarlan, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) H Hairil Anwar, serta unsur Muspika Loa Kulu.

“Sebetulnya komoditi ini sudah ada sejak dulu, cuma tidak pernah dikembangkan, tidak pernah diriset,” kata Edi saat ditemui sejumlah awak media.

Menurut Edi, hasil penelitian Jelai menyebutkan bahwa, nutrisi tanaman tersebut sangat tinggi. “Dari hasil produksi pun, kalau dibandingkan dengan beras padi gunung itu lebih tinggi produksi tanaman Jelai,” sebutnya.

Tanaman yang belum banyak diketahui oleh masyarakat ini, lanjut Edi, pengembangannya sangat sederhana sekali dan tidak perlu perawatan khusus.

“Tidak perlu pupuk khusus, dan ini sudah kita buktikan sendiri, jadi luar biasa hasilnya di lahan lebih kurang 1/4 hektar,” jelasnya lagi.

Edi mengatakan, tanaman Jelai ini diharapkan dapat terus dilakukan pengembangannya dan disosialisasikan kepada masyarakat.

Beberapa desa, sambung Edi, sudah mulai mengembangkan Jelai namun belum dilakukan secara masif sebagaimana penanaman padi di sawah.

“Kami berharap panen perdana hasil penelitian ini betul-betul akan membawa dampak dan perubahan yang besar, sehingga Jelai bisa dikembangkan di 193 desa dan 44 Kelurahan di Kutai Kartanegara,” ucapnya.

Sementara peneliti Jelai dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Suyadi, mengatakan, tanaman ini ditemukannya pada saat musim kemarau tahun 1998 di wilayah Kutai Barat.

“Saat itu semua tanaman sudah mengering, sudah layu, saya liat Jelai ini masih hijau, jadi saya berkesimpulan tanaman ini tahan kering,” ungkapnya.

Bersama Gunawan sang pemilik PKBM yang juga bekerja sebagai penyuluh pertanian lapangan (PPL), tanaman ini lantas dikembangkan di desa Loh Sumber.

“Jelai itu mengandung protein 14 sampai 26 persen, itu tergantung lokasinya dan varitasnya, sedangkan padi itu hanya dibawah 8 persen,” sebut Suyadi.

Pengembangan Jelai ini pun ternyata mendapat sambutan baik dari Balitbangda Kukar, dengan dukungan pendanaaan untuk melakukan penelitian tahap kedua.

“Hasil penelitian tahap kedua, kita ingin mengetahui varitas mana yang paling bagus untuk di kembangkan, baik dari aspek produksi maupun aspek nutrisi. 

Tanaman Jelai, sambung Suyadi, bisa ditanam di tanah yang relatif marginal, sehingga menurutnya prospek pengembangannya bisa dilakukan pula di lahan pasca tambang asalkan dikelola dengan baik.

“Mungkin lahan tersebut bisa uji coba untuk tanaman Jelai, karena dia tahan kekeringan dan tidak menuntut nutrisi berlebihan,” jelasnya lagi.

Ditambahkannya, aspek budi daya saat ini tidak mengalami masalah, baik dari jarak tanam, dosis pemupukan, maupun produksi. 

“Atau kita susun SOP (Standart Operasional Prosedur) untuk petani kalau misalnya untuk disebarkan oleh dinas terkait,” cetus Suyadi. (end)

Tidak ada komentar:

Write a Comment


Top